PERTANYAAN BEJO, NEGARA ?
“Bumi gonjang ganjing. . .”, seruan merdu dalang edan ki Sujiwo
Tejo bin Soetedjo. Sayangnya telinga indah Bejo mendengar gonjangan fakta dunia
dari seorang dalang kondang itu hanya
dari sebuah tayangan televisi, itu saja Bejo ngintip-ngintip di warung makan
Mak Tar pinggir jalan. Dasar memang Bejo, mungkin kali ini nasibnya tidak
sesuai dengan nama indahnya. Sembari menonton lakon-lakon wayang ki WOJO alias
Sujiwo Tedjo, Bejo terlihat seperti lakon Bagong dalam wayang Ki Wojo yang terkesan
sedikit lambat loading. Bertanyalah Bejo sok-sok nongkrong di warung
tersebut dengan Pak
Tamen. “Lek, kata orang-orang sandang gedhe, negara kita mau
dibuat Negoro Islam? Gara-gara hukum negara tidak adil, seperti itu Pak Jayus dimewahkan
dalam tahanan. Iya, ta, lek?”
“Iyo, Jo. Nggak usah kuatir koen! Nggak bakal bisa orang
merubah sistem pemerintahan demokrasi menjadi sistem robot-robotan.”
“lho, lek, masak
Negara Islam dipadakno sistem robot-robotan! Apa gak keblanjur leh
ngendiko, njenengan?”
“ngah-ngooh banget koe iku! Negara Islam itu namanya kilapah,dan
nama pemerintahnya itu kolipah. Bukan sistem pemerintahannya yang
disalahkan oleh banyak umat, tapi calon-calon kolipahnya itu lho jo
Bejo, kok sudah menjadi rahasia umum. Kurang mbejaji blass !.” Begitulah
Bejo manggut-manggut, pertanda power ON mesin kerja dalam otak Bejo,
entah sudah mulai berjalan sistem tersebut yang penting sudah on duluan,
dunia menjadi hijau.
& & &
Baiklah, kali ini hitam sudah diatas putih. Menjadi saksi bisu yang
nyata bahwa Bejo mulai peka dengan keadaan negaranya, mungkin dampak sarapan
Bejo pagi tadi yang murni dengan nasi putih, hasil panen di sawahnya yang
terletak disamping persis Istana Negara, apakah memang benar atas dasar CINTA
produk sendiri, mampu memberi radiasi multivit dalam tubuh ? entahlah, Bejo
yang lebih tau .
Satu, dua menit “Bumi gonjang ganjing. . .” , seperti sudah menjadi
mp3 suara sahdu Ki Wojo dalam pendalangannya di telinga Bejo, “ kira-kira apa
ya yang mau disampaikan Ki Wojo, bahkan kebanyakan para dalang-dalang kondang
itu juga. Apakah gempa bumi? atau wayang simbol gunung itu robek? atau
sandiwara belaka? Bumi gonjang ganjing .
. .”, Ujar Bejo dalam perjalanannya menuju negeri Nuswantoro, katanya .
Berharap nanti ketika Bejo telah sampai disana mendapat jawaban dari seorang
yang pakar atas ‘bumi gonjang-ganjing’.
& & &
Negara yang indah, bumi zambrud julukan para penjuru dunia menamai
Negara Nuswantoro ini. Dengan kekayaan alam dan para ahlu countrynya
yang rukun dan para atasan negara yang jujur. Sampailah Bejo di tanah Nuswantoro
Negeri sebrang, “ohh ! kang Bejo sugeng rawuh.”
Bejo, bejo sungguh sang karakter bejo si Bagong! tebukti hanya
dalang yang edan atau seorang yang nahan lapar saja yang mampu menanggapi wajah
sok polosnya si Bejo. Terengah–engah, nafas Bejo melihat keistimewan Negara
Nuswantoro yang banyak diperbincangkan oleh seantero dunia, believe or not believe
perasaan si Bejo telah menginjakkan kaki di Negara demokratis oleh
H.Sudoyono,LC sebagai kepala negaranya. Setelah berjalan keatas dan kebawah,
Bejo akhirnya menemukan kediaman sang raja negara, Romo H.Sudoyono,LC . “
Berkorban untuk orang lain itu lebih terasa manisnya mas Bejo, ketimbang leha-leha
makan duit orang! dan alhamdulillah semua Dewan Perwakilan Rakyat di negara
kami tergolong jujur dalam bekerja, dan output mereka pun masyarakat puas,
bahkan ada sebagian Dewan yang saking jujurnya mereka, bilang di masyarakat
umum, kalau gaji mereka kurang, dari
mana lagi gaji para dewan kalau bukan dari masyarakat sendiri ? ya, dengan
senang hati para masyarakat memberikan lebih, pajak yang mereka bayar. Ya
makmurlah, setidaknya jauh lebih baik dengan negara sebelah.” Papar bapak
presiden RN(Republik Nuswantoro) H.Sudoyono, sambil melirik peta Jakarte yang
menempel di dinding . Eeeuhh ! namanya Bejo, serendah apapun diksi yang dia
terima selalu dia proses terlebih dahulu dalam waktu yang kurang lebih . . .
entahlah !.
& & &
Apa benar, kata para penyair
rumput tetangga selalu lebih hijau? Iya mungkin memang benar, tidak
mungkin lagi, atau bahkan iya benar? tapi, kali ini lagi-lagi Bejo tidak
sependapat dengan para penyair dunia, sungguh aneh !. Jika ada jurnalis sejarah
sepatutnya sosok Bejo diapresiasikan dalam sejarah pahlawan negara. Seminggu,
dua minggu bejo lebih sering mengikuti diskusi anggota dewan di negara
Nuswantoro sebagai tamu negara dari negara Bejo, apa yang ada dalam diri bejo
pun tidak banyak orang temukan kelebihan yang tampak, tapi fakta mengatakan,
Bejo lebih terkesan waw dibanding para tikus di istana negaranya yang cengar-cengir
ketika terekspose kamera wartawan, sebagai seorang koruptor. ‘Bumi negaraku
memang gonjang-ganjing !’, gumam Bejo ditengah obrolan panjangnya dengan para
dewan negara tetangga. Bejo . . . ! apa yang sedang mengganggu pikiran orang
kampung itu? mari, menghubungi Almarhum Gus Dur rahimakumullah.
& & &
“lho ! trimakasih pak yono, tapi saya sudah pesan tiket kereta
untuk pulang”. Penolakan halus dari Bejo kepada pak presiden Sudoyono, “hahaha.
. memang saya harus belajar kepada orang-orang dari negara anda kang Bejo!
Tutur kata yang sopan dan menghargai orang lain sepertinya menjadi karakter
kalian, tapi tolong terimalah, saya sudah siapkan helikopter dan pilot untuk
mengantar kang Bejo pulang”. “ohh. . trimakasih sekali pak! saya sungguh
trimakasih, tapi saya pesan tiket kereta bermaksud saya pulang dengan sepeda
onta ini , ndak enak e sama Bapak Oemar Bakrie, sudah telat dua
hari saya meminjam, beliau harus mengajar!” .
terhenti keduanya dalam percakapan dagel, mungkin Bejo tau sepeda
tidak bisa dimasukkan helikopter, tapi apa mungkin?, dengan kereta Bejo bisa
menyeberangi lautan untuk kembali ke negaranya?. Sungguh Bejo ini membuat
rumput tak dapat bergoyang untuk menjawab pertanyaan orang-orang tentang sistem
kerja otak kirinya. “Lalu bagaimana anda sampai di negara anda kang Bejo?.”
Bejo menganggukkan kepala, mungkin Dora sudah mencari petanya untuk
mengantar Bejo kembali.
& & &
Kopi kothok ala mak Tar menghangatkan ulu hati Bejo yang
dini hari sudah berkomat-kamit . Seperti menyelipkan jarum dalam kulit, Bejo
seakan menampung mauidhoh yang besar. “ yok opo Jo? kok cuman sebentar
di negara seberang? Apa tidak enak disana ?”
“lek, sampean tanya atau memang sok polos? komentar
apa, kalau sampean di ‘elu-elukan’ orang asing, dianggap berharga
bahkan ditawarkan untuk menjadi warga negara di negara yang metropolit dan
damai, tentram berkat kecerdasan yang di anugerahkan di otak kita ?”. “ya gelem
Jo !.”
“Tapi, presidennya yang gak mungkin nawarin ke sampean !”
“lho opo o kok gitu?”
“lha wong sampean gak aku!.” Pak Tamen kemudian tertawa ngakak mendengar
jawaban Bejo dengan tampang tak bersalah, “iya lek, masio rupaku nggak
jelek-jelek banget, tapi tresnaku ini lho!, gak bisa untuk meninggalkan
begitu saja negaraku, sombong sekali misale aku pindah warga negara!
Kecuali aku sudah memberi pesawat untuk negara seperti Kang BJ.Habib, utowo
bisa nalangi uang yang hilang dikrikiti tikus disetiap pojokan
istana negara!”
“ wahhhh. . . hebat koen Jo! Tapi, tikus-tikus itu apa bukan
dari sawahmu yang ada di samping istana negara itu ?”
“ nggak lek ! sawahku sudah tak kasih obat
anti hama dan tikus, itu jelas dari sawah sebelah sawahku, tikus-tikus ireng
yang biasa tinggal disawah terus pindah di ruangan AC! ya gitu, norak,
uang dikrikiti !.”
“ ohh iya Jo, iya betul kamu. Terus solusinya gimana ?.”
Semakin serius obrolan kedua lakon itu, Mak Tar mengantar kopi lagi,
dengan mencoba mengungkapkan kalimat yang ternyata sependapat dengan otak Bejo,
“rekk! saiki tak takon, negeri kita ini enaknya dipimpin oleh siapa?
Tobagus, yang nyetrik dasi kucelnya itu atau pak Sugimen yang biasanya pakai
peci dakwah dimana-mana, dengan celana borju tiga perempat nya?.”
Bengonglah kedua tokoh itu mendengar sang sepuh Mak Tar yang
ternyata antusias dalam hal kenegaraan. Skak mat !
& & &
Berhentilah Bejo dalam lamunan menjelang tidurnya, terdengar lirih
dari mulut Bejo yang menarik perhatian sayup angin malam untuk merekamnya, “
jika suatu saat nanti negaraku menjadi negara kilapah yang diatur oleh
orang-orang sok kolipah, maka akan semakin banyak gelandangan yang
mungkin sembilan puluh persen tanpa kaki atau tangan, bahkan kedua-duanya,
karna watak warga negaraku memang memiliki jiwa pencuri, Buktinya!, sekarang,
banyak uang hilang ketika sudah di tangan orang-orang atas.
Bahkan aku juga telah mencuri waktu istirahatku hanya sekedar
membahas ba bi bu dan tidak akan di reken oleh mereka!. Sudahlah, sistem
pemerintahan seperti itu tidak cocok diterapkan disini mamen!!! Cuman
butuh satu langkah, untuk menjadi negara seperti kala Nuswantoro. Tanpa
merubah Demokrasi , Jujur dan mengerti masyarakat. Tapi, susah juga ya kalau
tikus-tikus itu berkembang biak??! Hmm. .
Terus gimana dong? atau aku saja yang melangkah? Hahaha, eh tapi aku
tidak memiliki sehelai kain untuk dijadikan dasi atau peci putih dan borju cingkrang.
Apa pantes, pakai sarung ketika pidato di depan istana negara? Aduuhh ruwet
juga ya ! terus siapa yang pantas memimpin negara ini ? aggghhhrr”.
Siapa yang mampu mengikuti jalur khayalan orang terlebih itu
seorang Bejo!, begitulah ternyata dia telah memahami ‘bumi gonjang-ganjing’
dari percakapan dalang melakonkan wayangnya, dan pada akhirnya membuahkan satu
pertanyaan yang besar, apakah para tikus itu yang nantinya akan menjawab? atau
dari sekelompok oknum yang merasa tersindir dari gumaman Bejo? , Semoga ki
Sujiwo Tedjo mengarahkan cerita gareng, pethrok dan bagong dalam lakon
wayangnya tentang pertanyaan yang disimpan dalam tidur si Bejo .
Begitulah bumi kembali
gonjang-ganjing.
-WS-
"Jangan lupa tinggalin jejak kalian" :)