Selasa, 25 Februari 2014

BUMI GONJANG-GANJING

PERTANYAAN BEJO, NEGARA ?
“Bumi gonjang ganjing. . .”, seruan merdu dalang edan ki Sujiwo Tejo bin Soetedjo. Sayangnya telinga indah Bejo mendengar gonjangan fakta dunia dari seorang dalang kondang  itu hanya dari sebuah tayangan televisi, itu saja Bejo ngintip-ngintip di warung makan Mak Tar pinggir jalan. Dasar memang Bejo, mungkin kali ini nasibnya tidak sesuai dengan nama indahnya. Sembari menonton lakon-lakon wayang ki WOJO alias Sujiwo Tedjo, Bejo terlihat seperti lakon Bagong dalam wayang Ki Wojo yang terkesan sedikit lambat loading. Bertanyalah Bejo sok-sok nongkrong di warung tersebut dengan Pak Tamen. “Lek, kata orang-orang sandang gedhe, negara kita mau dibuat Negoro Islam? Gara-gara hukum negara tidak adil, seperti itu Pak Jayus dimewahkan dalam tahanan. Iya, ta, lek?”
“Iyo, Jo. Nggak usah kuatir koen! Nggak bakal bisa orang merubah sistem pemerintahan demokrasi menjadi sistem robot-robotan.”
“lho, lek,  masak Negara Islam dipadakno sistem robot-robotan! Apa gak keblanjur leh ngendiko, njenengan?”
ngah-ngooh banget koe iku! Negara Islam itu namanya kilapah,dan nama pemerintahnya itu kolipah. Bukan sistem pemerintahannya yang disalahkan oleh banyak umat, tapi calon-calon kolipahnya itu lho jo Bejo, kok sudah menjadi rahasia umum. Kurang mbejaji blass !.” Begitulah Bejo manggut-manggut, pertanda power ON mesin kerja dalam otak Bejo, entah sudah mulai berjalan sistem tersebut yang penting sudah on duluan, dunia menjadi hijau.
& & &
Baiklah, kali ini hitam sudah diatas putih. Menjadi saksi bisu yang nyata bahwa Bejo mulai peka dengan keadaan negaranya, mungkin dampak sarapan Bejo pagi tadi yang murni dengan nasi putih, hasil panen di sawahnya yang terletak disamping persis Istana Negara, apakah memang benar atas dasar CINTA produk sendiri, mampu memberi radiasi multivit dalam tubuh ? entahlah, Bejo yang lebih tau .
Satu, dua menit “Bumi gonjang ganjing. . .” , seperti sudah menjadi mp3 suara sahdu Ki Wojo dalam pendalangannya di telinga Bejo, “ kira-kira apa ya yang mau disampaikan Ki Wojo, bahkan kebanyakan para dalang-dalang kondang itu juga. Apakah gempa bumi? atau wayang simbol gunung itu robek? atau sandiwara belaka? Bumi gonjang ganjing  . . .”, Ujar Bejo dalam perjalanannya menuju negeri Nuswantoro, katanya . Berharap nanti ketika Bejo telah sampai disana mendapat jawaban dari seorang yang pakar atas ‘bumi gonjang-ganjing’.
& & &
Negara yang indah, bumi zambrud julukan para penjuru dunia menamai Negara Nuswantoro ini. Dengan kekayaan alam dan para ahlu countrynya yang rukun dan para atasan negara yang  jujur. Sampailah Bejo di tanah Nuswantoro Negeri sebrang, “ohh ! kang Bejo sugeng rawuh.”
Bejo, bejo sungguh sang karakter bejo si Bagong! tebukti hanya dalang yang edan atau seorang yang nahan lapar saja yang mampu menanggapi wajah sok polosnya si Bejo. Terengah–engah, nafas Bejo melihat keistimewan Negara Nuswantoro yang banyak diperbincangkan oleh seantero dunia, believe or not believe perasaan si Bejo telah menginjakkan kaki di Negara demokratis oleh H.Sudoyono,LC sebagai kepala negaranya. Setelah berjalan keatas dan kebawah, Bejo akhirnya menemukan kediaman sang raja negara, Romo H.Sudoyono,LC . “ Berkorban untuk orang lain itu lebih terasa manisnya mas Bejo, ketimbang leha-leha makan duit orang! dan alhamdulillah semua Dewan Perwakilan Rakyat di negara kami tergolong jujur dalam bekerja, dan output mereka pun masyarakat puas, bahkan ada sebagian Dewan yang saking jujurnya mereka, bilang di masyarakat umum,  kalau gaji mereka kurang, dari mana lagi gaji para dewan kalau bukan dari masyarakat sendiri ? ya, dengan senang hati para masyarakat memberikan lebih, pajak yang mereka bayar. Ya makmurlah, setidaknya jauh lebih baik dengan negara sebelah.” Papar bapak presiden RN(Republik Nuswantoro) H.Sudoyono, sambil melirik peta Jakarte yang menempel di dinding . Eeeuhh ! namanya Bejo, serendah apapun diksi yang dia terima selalu dia proses terlebih dahulu dalam waktu yang kurang lebih . . . entahlah !.
& & &
Apa benar,  kata para penyair rumput tetangga selalu lebih hijau? Iya mungkin memang benar, tidak mungkin lagi, atau bahkan iya benar? tapi, kali ini lagi-lagi Bejo tidak sependapat dengan para penyair dunia, sungguh aneh !. Jika ada jurnalis sejarah sepatutnya sosok Bejo diapresiasikan dalam sejarah pahlawan negara. Seminggu, dua minggu bejo lebih sering mengikuti diskusi anggota dewan di negara Nuswantoro sebagai tamu negara dari negara Bejo, apa yang ada dalam diri bejo pun tidak banyak orang temukan kelebihan yang tampak, tapi fakta mengatakan, Bejo lebih terkesan waw dibanding para tikus di istana negaranya yang cengar-cengir ketika terekspose kamera wartawan, sebagai seorang koruptor. ‘Bumi negaraku memang gonjang-ganjing !’, gumam Bejo ditengah obrolan panjangnya dengan para dewan negara tetangga. Bejo . . . ! apa yang sedang mengganggu pikiran orang kampung itu? mari, menghubungi Almarhum Gus Dur rahimakumullah.
& & &
“lho ! trimakasih pak yono, tapi saya sudah pesan tiket kereta untuk pulang”. Penolakan halus dari Bejo kepada pak presiden Sudoyono, “hahaha. . memang saya harus belajar kepada orang-orang dari negara anda kang Bejo! Tutur kata yang sopan dan menghargai orang lain sepertinya menjadi karakter kalian, tapi tolong terimalah, saya sudah siapkan helikopter dan pilot untuk mengantar kang Bejo pulang”. “ohh. . trimakasih sekali pak! saya sungguh trimakasih, tapi saya pesan tiket kereta bermaksud saya pulang dengan sepeda onta ini , ndak enak e sama Bapak Oemar Bakrie, sudah telat dua hari saya meminjam, beliau harus mengajar!” .  terhenti keduanya dalam percakapan dagel, mungkin Bejo tau sepeda tidak bisa dimasukkan helikopter, tapi apa mungkin?, dengan kereta Bejo bisa menyeberangi lautan untuk kembali ke negaranya?. Sungguh Bejo ini membuat rumput tak dapat bergoyang untuk menjawab pertanyaan orang-orang tentang sistem kerja otak kirinya. “Lalu bagaimana anda sampai di negara anda kang Bejo?.”
Bejo menganggukkan kepala, mungkin Dora sudah mencari petanya untuk mengantar Bejo kembali.
& & &
Kopi kothok ala mak Tar menghangatkan ulu hati Bejo yang dini hari sudah berkomat-kamit . Seperti menyelipkan jarum dalam kulit, Bejo seakan menampung mauidhoh yang besar. “ yok opo Jo? kok cuman sebentar di negara seberang? Apa tidak enak disana ?”
lek, sampean tanya atau memang sok polos? komentar apa, kalau sampean di ‘elu-elukan’ orang asing, dianggap berharga bahkan ditawarkan untuk menjadi warga negara di negara yang metropolit dan damai, tentram berkat kecerdasan yang di anugerahkan di otak kita ?”. “ya gelem Jo !.”
“Tapi, presidennya yang gak mungkin nawarin ke sampean !”
 “lho opo o kok gitu?”
“lha wong sampean gak aku!.”  Pak Tamen kemudian tertawa ngakak mendengar jawaban Bejo dengan tampang tak bersalah, “iya lek, masio rupaku nggak jelek-jelek banget, tapi tresnaku ini lho!, gak bisa untuk meninggalkan begitu saja negaraku, sombong sekali misale aku pindah warga negara! Kecuali aku sudah memberi pesawat untuk negara seperti Kang BJ.Habib, utowo bisa nalangi uang yang hilang dikrikiti tikus disetiap pojokan istana negara!”
“ wahhhh. . . hebat koen Jo! Tapi, tikus-tikus itu apa bukan dari sawahmu yang ada di samping istana negara itu ?”
nggak lek ! sawahku sudah tak kasih obat anti hama dan tikus, itu jelas dari sawah sebelah sawahku, tikus-tikus ireng yang biasa tinggal disawah terus pindah di ruangan AC! ya gitu, norak, uang dikrikiti !.”
“ ohh iya Jo, iya betul kamu. Terus solusinya gimana ?.” 
Semakin serius obrolan kedua lakon itu, Mak Tar mengantar kopi lagi, dengan mencoba mengungkapkan kalimat yang ternyata sependapat dengan otak Bejo, “rekk! saiki tak takon, negeri kita ini enaknya dipimpin oleh siapa? Tobagus, yang nyetrik dasi kucelnya itu atau pak Sugimen yang biasanya pakai peci dakwah dimana-mana, dengan celana borju tiga perempat nya?.”
Bengonglah kedua tokoh itu mendengar sang sepuh Mak Tar yang ternyata antusias dalam hal kenegaraan. Skak mat !
& & &
Berhentilah Bejo dalam lamunan menjelang tidurnya, terdengar lirih dari mulut Bejo yang menarik perhatian sayup angin malam untuk merekamnya, “ jika suatu saat nanti negaraku menjadi negara kilapah yang diatur oleh orang-orang sok kolipah, maka akan semakin banyak gelandangan yang mungkin sembilan puluh persen tanpa kaki atau tangan, bahkan kedua-duanya, karna watak warga negaraku memang memiliki jiwa pencuri, Buktinya!, sekarang, banyak uang hilang ketika sudah di tangan orang-orang atas.
Bahkan aku juga telah mencuri waktu istirahatku hanya sekedar membahas ba bi bu dan tidak akan di reken oleh mereka!. Sudahlah, sistem pemerintahan seperti itu tidak cocok diterapkan disini mamen!!! Cuman butuh satu langkah, untuk menjadi negara seperti kala Nuswantoro. Tanpa merubah Demokrasi , Jujur dan mengerti masyarakat. Tapi, susah juga ya kalau tikus-tikus itu berkembang biak??! Hmm. .  Terus gimana dong? atau aku saja yang melangkah? Hahaha, eh tapi aku tidak memiliki sehelai kain untuk dijadikan dasi atau peci putih dan borju cingkrang. Apa pantes, pakai sarung ketika pidato di depan istana negara? Aduuhh ruwet juga ya ! terus siapa yang pantas memimpin negara ini ? aggghhhrr”.
Siapa yang mampu mengikuti jalur khayalan orang terlebih itu seorang Bejo!, begitulah ternyata dia telah memahami ‘bumi gonjang-ganjing’ dari percakapan dalang melakonkan wayangnya, dan pada akhirnya membuahkan satu pertanyaan yang besar, apakah para tikus itu yang nantinya akan menjawab? atau dari sekelompok oknum yang merasa tersindir dari gumaman Bejo? , Semoga ki Sujiwo Tedjo mengarahkan cerita gareng, pethrok dan bagong dalam lakon wayangnya tentang pertanyaan yang disimpan dalam tidur si Bejo .

 Begitulah bumi kembali gonjang-ganjing.

-WS-

"Jangan lupa tinggalin jejak kalian" :)

1 komentar:

  1. Keren ih sindiran sindirannya... :D

    Mbaknya, suka nonton Berita yah?

    BalasHapus